PAMPLET CINTA
Oleh :
W.S. Rendra
Ma, nyamperin matahari dari satu sisi.
Memandang wajahmu dari segenap jurusan.
Aku menyaksikan zaman berjalan kalangkabutan.
Aku melihat waktu melaju melanda masyarakatku.
Aku merindukan wajahmu,
dan aku melihat wajah-wajah berdarah para mahasiswa.
Kampus telah diserbu mobil berlapis baja.
Kata-kata telah dilawan dengan senjata.
Aku muak dengan gaya keamanan semacam ini.
Kenapa keamanan justru menciptakan ketakutan dan ketegangan
Sumber keamanan seharusnya hukum dan akal sehat.
Keamanan yang berdasarkan senjata dan kekuasaan adalah penindasan
Suatu malam aku mandi di lautan.
Sepi menjdai kaca.
Bunga-bunga yang ajaib bermekaran di langit.
Aku inginkan kamu, tapi kamu tidak ada.
Sepi menjadi kaca.
Apa yang bisa dilakukan oleh penyair
bila setiap kata telah dilawan dengan kekuasaan ?
Udara penuh rasa curiga.
Tegur sapa tanpa jaminan.
Air lautan berkilat-kilat.
Suara lautan adalah suara kesepian.
Dan lalu muncul wajahmu.
Kamu menjadi makna
Makna menjadi harapan.
……. Sebenarnya apakah harapan ?
Harapan adalah karena aku akan membelai rambutmu.
Harapan adalah karena aku akan tetap menulis sajak.
Harapan adalah karena aku akan melakukan sesuatu.
Aku tertawa, Ma !
Angin menyapu rambutku.
Aku terkenang kepada apa yang telah terjadi.
Sepuluh tahun aku berjalan tanpa tidur.
Pantatku karatan aku seret dari warung ke warung.
Perutku sobek di jalan raya yang lengang…….
Tidak. Aku tidak sedih dan kesepian.
Aku menulis sajak di bordes kereta api.
Aku bertualang di dalam udara yang berdebu.
Dengan berteman anjing-anjing geladak dan kucing-kucing liar,
aku bernyanyi menikmati hidup yang kelabu.
Lalu muncullah kamu,
nongol dari perut matahari bunting,
jam duabelas seperempat siang.
Aku terkesima.
Aku disergap kejadian tak terduga.
Rahmat turun bagai hujan
membuatku segar,
tapi juga menggigil bertanya-tanya.
Aku jadi bego, Ma !
Yaaah , Ma, mencintai kamu adalah bahagia dan sedih.
Bahagia karena mempunyai kamu di dalam kalbuku,
dan sedih karena kita sering berpisah.
Ketegangan menjadi pupuk cinta kita.
Tetapi bukankah kehidupan sendiri adalah bahagia dan sedih ?
Bahagia karena napas mengalir dan jantung berdetak.
Sedih karena pikiran diliputi bayang-bayang.
Adapun harapan adalah penghayatan akan ketegangan.
Ma, nyamperin matahari dari satu sisi,
memandang wajahmu dari segenap jurusan.
Pejambon, Jakarta, 28 April 1978
Potret Pembangunan dalam Puisi
Sekapur sirih
Alhamdulilah blog ini dapat kami susun, blog ini merupakan sarana menggali, menyalurkan dan mengembangkan Sastra di Trenggalek di mana di sini di sajikan karya putra-putri Trenggalek, baik berupa Puisi mau pun cerpen, semoga hadirnya blog ini mampu di terima di hati para pembaca kususnya pecinta sastra dan semoga mampu memberikan manfaat karena setidaknya adanya blog Trenggalek Sastra ini merupakan salah satu bukti bahwa Trenggalek Kaya akan Sastrawan dan penulis-penulis baru.
Tampilkan postingan dengan label puisi terkenal. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label puisi terkenal. Tampilkan semua postingan
Selasa, 29 Desember 2009
Langganan:
Postingan (Atom)
arsip
BAB
- artikel puisi (1)
- cerpen (6)
- esai (1)
- filsafat (5)
- geguritan tosa (1)
- Kontras (2)
- Lomba Puisi (11)
- Novel.Melan-Conys (3)
- pengertian puisi (1)
- Puisi Anak Kompas (10)
- puisi Aura (5)
- puisi terkenal (1)
- puisi TOSA (107)
- sejarah (1)
- tentang puisi (1)
- wayangan (2)