"kek . . ."
dari kecil kau rawat aku
kau besarkan aku dengan kasihmu
dari aku anak anak sampai kini ku punya anak
kau didik aku tuk jadi kebanggaan mu
kek . . .
Perhatian mu tiada tara
tulus kasihmu tiada terhingga
iklas pengorbanan mu tanpa kau harap kembali
dengan tiada lelah
dengan pantang menyerah
kau bimbing langkah ku
kasih mu bagai dewa
cintamu bak muara gangga
kini tubuh mu mulai renta
uban di rambut mu
keriput kulit mu
ompong gigimu
kempong pipimu
gambarkan kelelahan
lukisan selaksa perjalanan
kek . . .
Kini kau tergolek lesu
derita terpancar disela rintihan mu
keringat dingin membanjiri tubuh mu
kek . . .
Keringat mu ini biarlah kuseka
ku usap di pipiku untuk mencuci bekas air mataku
karena melihat deritamu
keringat mu ini tak seperti dulu
keringat mu dulu keringat perjuangan yang mengalir
bak air surga membasahi urat nadiku
kini kau terbaring lemah
bersandar di ujung lelah
kek . . .
Berulang kali kau memanggil ku
untuk duduk di samping mu
menemanimu melanjut kan mimpi
merajut langkah perjuangan
mewujudkan jerih pengorbanan mu
namun . . .
Cucumu masih terus berkelana
menyusuri laju zaman
yang terus mengajak berpetualang menyisir ruas ruas waktu
meniti tapak tapak yang tak pasti
entah . .
Kapan ku kan kembali (untuk mu)
kek . . .
Bila kelak ku kembali
ku ingin membawakan mu sebungkus nasi
dan kusuapi engkau dengan tangan ku
serperti dulu kau menyuapi bibir mungil ku
dan aku akan melihat kau mengunyah nya
dengan separo gigimu
kek . .
Semoga Allah berikan kesehatan untuk mu
karuniakan umur panjang bagimu
kek . . .
Sebelum keranda membawamu nanti
sebelum bumi menyembunyikan mu
ku ingin mencangkul tanah gersang ini
dan ku tanam padi disini
untuk bersama kita tunai
sebagai tinta melukis sekuntum senyum di sela keriput pipi mu
sebagai medali atas pengorbanan mu
kek . . .
Aku menangis untuk mu
belum bisa ku balas budimu
belum dapat ku bahagiakan mu
kek . . .
Sabarlah menanti
jangan kau tergesa pergi
tunggulah cucu mu kembali
mempersembah kan tiara untuk mu
kek . . .
Aku menyayangimu
tapi aku belum bisa seperti anak anak mu
menyuap kan daging ke mulut mu
menyelip kan rupiah di saku mu
kek . . .
Tak bisa lagi ku berkata untuk mu
terima kasih atas semua kasih mu
semoga waktu
izin kan aku membalas semua cinta mu
Ya Allah . . .
Tunjuk kan jalan untuk ku
izin kan aku berbakti untuk kakek ku
sebelum dia kembali ke pelukan mu
kek . . .
Cepat sembuh ya . . .
Demi cucu kesayangan mu
Sekapur sirih
Alhamdulilah blog ini dapat kami susun, blog ini merupakan sarana menggali, menyalurkan dan mengembangkan Sastra di Trenggalek di mana di sini di sajikan karya putra-putri Trenggalek, baik berupa Puisi mau pun cerpen, semoga hadirnya blog ini mampu di terima di hati para pembaca kususnya pecinta sastra dan semoga mampu memberikan manfaat karena setidaknya adanya blog Trenggalek Sastra ini merupakan salah satu bukti bahwa Trenggalek Kaya akan Sastrawan dan penulis-penulis baru.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
arsip
BAB
- artikel puisi (1)
- cerpen (6)
- esai (1)
- filsafat (5)
- geguritan tosa (1)
- Kontras (2)
- Lomba Puisi (11)
- Novel.Melan-Conys (3)
- pengertian puisi (1)
- Puisi Anak Kompas (10)
- puisi Aura (5)
- puisi terkenal (1)
- puisi TOSA (107)
- sejarah (1)
- tentang puisi (1)
- wayangan (2)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar